VIDEO BOKEP INDONESIA | BOKEP SMA SMP| FOTO BUGIL SMU | ABG NGENTOT | VIDEO BOKEP SMP | CEWEK BUGIL | TANTE TELANJANG | PECAH PERAWAN | CERITA SEX | JILBAB MESUM
Ini adalah kisah nyata yang
terjadi di tahun 2012. Tapi
untuk menjaga nama baik
semua pihak, nama-nama
pelaku diganti semuanya.
Selamat mengikuti:
Peristiwa indah itu tak pernah
kuduga sedikit pun. Karena Bu
Ivy tidak menampakkan gejala-
gejala nakal sedikit pun. Apalagi
kalau mengingat bahwa dia
sudah mengenal istriku dan
sering ngobrol berdua kalau
datang ke rumahku. Istriku pun
kelihatan percaya penuh, tak
pernah mencucurigai kalau aku
bepergian bersama Bu Ivy.Lagian kalau ada niat mau
selingkuh, masa Bu Ivy berani
menginjak rumahku dan
berlama-lama ngobrol dengan
istriku? Apalagi kalau mengingat
bahwa
Bu Ivy kelihatannya taat
beribadah. Tiap hari selalu
mengenakan jilbab.
Baik aku maupun istriku sama-
sama berwiraswasta, tapi dalam
lapangan yang berbeda. Aku
sering jadi mediator, begitu
juga Bu Ivy. Sementara istriku
membuka toko kebutuhan
sehari-hari, jadi bisnisnya cukup
dengan menunggui toko saja,
karena rumahku ada dibelakang toko itu. Dan di
belakang rumah, istriku punya
bisnis lain….beternak ribuan
burung puyuh yang rajin
bertelur tiap hari.
Pada suatu pagi, waktu aku
baru mau mandi, istriku
menghampiriku, “Ada Bu Ivy,
Bang.”
“Oh, iya….emang sudah janjian
mau ketemu sama pemilik tanah
yang mau dijadikan perumahan
itu,” sahutku, “Suruh tunggu
sebentar, aku mau mandi dulu.”
Istriku mengangguk lalu pergi
ke depan. Sementara akubergegas masuk ke kamar
mandi.
Setelah mandi dan berdandan,
aku melangkah ke ruang tamu.
Bu Ivy sedang ngobrol dengan
istriku.
“Barusan istri Herman datang,
Bang,” kata istriku waktu aku
baru duduk di sampingnya,
“Herman sakit, kakinya bengkak,
asam uratnya kambuh, jadi gak
bisa kerja hari ini.”
“Penyakit langganan,” sahutku
dengan senyum sinis. Dengan
hati kesal, karena itu berarti akuharus nyetir sendiri hari ini.
Herman adalah nama sopirku.
“Acaranya hari ini nggak jauh
kan?” tanya istriku, “Sekali-sekali
nyetir
sendiri kan nggak apa-
apa.”
“Iya…ada sopir atau nggak ada
sopir, kegiatanku takkan
terhambat,” kataku, lalu menleh
ke arah Bu Ivy yang saat itu
mengenakan baju hijau pucuk
daun dan kerudung putih,
“Berangkat sekarang Bu?”
“Baik Pak,” Bu Ivy memegang
tali tas kecilnya yang tersimpan
di pangkuannya.Tak lama kemudian Bu Ivy
sudah duduk di sampingku, di
dalam sedan yang kukemudikan
sendiri (merek sedanku takkan
kusebut, enak aja jadi iklan
gratis…hehehe…).
Obrolan kami di perjalanan
menuju lokasi, hanya
menyangkut masalah-masalah
bisnis yang ada kaitannya
dengan Bu Ivy. Tidak ada
sesuatu yang menyimpang.
Bahkan setelah tiba di lokasi
yang 25 km dari pusat kota, aku
tak berpikir yang aneh-aneh.
Bahkan aku jengkel juga ketika
pemilik tanah itu tidak ada di .terusin sendiri capek nulisnya